Jakarta, CNBC Indonesia – Harga tembaga diprediksi mengalami kenaikan lebih dari 75% dalam dua tahun mendatang atau pada 2025, seiring gangguan pasokan tambang dan peningkatan permintaan. Sentimen ini menjadi angin segar bagi perusahaan tembaga di Indonesia, terutama pemilik cadangan tembaga terbesar.
Harga rata-rata tahunan tembaga menunjukkan tren penurunan setelah mencapai puncak pada 2021. Data Refinitiv mencatat harga rata-rata 2021 sekitar US$9.319, meskipun diharapkan terkoreksi dalam dua tahun berikutnya. Namun, harapan akan rebound permintaan tahun ini dan tahun depan membuka peluang bagi investor.
Kenaikan harga tembaga dapat menjadi angin segar untuk pemilik konsesi tambang tembaga. Beberapa perusahaan tembaga di Indonesia memiliki cadangan yang sangat besar. Melansir Mining Technology, Grasberg Block Cave Mine merupakan tambang tembaga terbesar ke-6 di dunia.
Lima Tambang Tembaga Terbesar di Indonesia
Grasberg Block Cave Mine adalah tambang bawah tanah yang terletak di Papua, Indonesia. Dimiliki oleh PT Freeport Indonesia (PTFI), tambang brownfield ini diperkirakan menghasilkan sekitar 395,91 ribu ton tembaga pada tahun 2022.
Sebagai catatan, pemerintah Indonesia sendiri memegang kepemilikan saham mayoritas PTFI sebesar 51%. Sementara, sisanya dimiliki oleh Freeport McMoRan (FCX). Tambang tersebut akan beroperasi hingga tahun 2041.
Menurut basis data tambang dan proyek GlobalData, terdapat lebih dari 696 tambang tembaga yang beroperasi di seluruh dunia, dan 127 di antaranya berlokasi di Indonesia. GlobalData melacak lebih dari 33.000 tambang dan proyek mulai dari eksplorasi awal hingga penutupan, melibatkan lebih dari 150 negara dan lebih dari 100 komoditas.
Berikut adalah lima tambang tembaga terbesar berdasarkan produksi di Indonesia pada tahun 2022, berdasarkan basis data pertambangan GlobalData yang dikutip dari Mining Technology:
Deep Mill Level Zone Mine yang terletak di Papua, dimiliki oleh PTFI. Tambang bawah tanah tersebut diperkirakan memproduksi 227,02 ribu ton tembaga pada tahun 2022. Tambang tersebut akan beroperasi hingga tahun 2041.
Tambang Batu Hijau terletak di Nusa Tenggara Barat. Dimiliki oleh Amman Mineral Internasional dan memproduksi sekitar 200,19 ribu ton tembaga pada tahun 2022. Tambang tersebut akan beroperasi hingga tahun 2031.
Big Gossan Underground Mine merupakan tambang bawah tanah yang berlokasi di Papua. Tambang tersebut diperkirakan memproduksi 68,35 ribu ton tembaga pada tahun 2022. Tambang tersebut akan beroperasi hingga tahun 2041.
Wetar Copper Project dimiliki oleh Merdeka Copper Gold, Proyek Tembaga Wetar merupakan tambang terbuka yang berlokasi di Maluku. Diperkirakan menghasilkan 21,06 ribu ton tembaga pada tahun 2022. Tambang tersebut akan beroperasi hingga tahun 2024.
Sentimen Penggerak Harga Tembaga
Transisi ke energi hijau dan potensi penurunan nilai dolar AS di paruh kedua tahun 2024 diantisipasi akan mendorong kenaikan harga tembaga. Analis pasar memperkirakan langkah bank sentral AS untuk menurunkan suku bunga akan melemahkan dolar, membuat tembaga lebih menarik bagi pembeli asing.
Rencana untuk menggandakan kapasitas energi terbarukan pada tahun 2030, didukung oleh lebih dari 60 negara dalam COP28, diprediksi akan mendukung permintaan tembaga. Citibank memperkirakan peningkatan permintaan sebesar 4,2 juta ton tambahan pada tahun 2030.
Pasokan Rendah, Permintaan Tinggi
Gangguan pasokan tambang, seperti penghentian produksi di tambang Cobre Panamá oleh First Quantum Minerals, dapat menciptakan defisit lebih dari setengah juta ton tembaga pada tahun 2024. Produsen utama, Anglo American, juga mengumumkan pemangkasan produksi sebagai upaya penghematan biaya.
Goldman Sachs memproyeksikan harga tembaga mencapai US$10.000 per ton tahun ini dan lebih tinggi pada 2025. Chili dan Peru, dengan cadangan besar tembaga, diharapkan menjadi dua negara yang mendapat manfaat signifikan dari lonjakan harga. https://kamusgakjelas.com/